Senin, 13 Juli 2009

Apel Ajaib


Apel Ajaib

Hans adalah seorang pemuda yang jujur dan baik hati. Sejak kecil hidupnya hanya sebatang kara. Pekerjaannya mencari kayu dan berburu di hutan. Hans sangat senang membaca. Orang-orang desa menganggapnya bodoh karena menghabiskan uangnya untuk membeli buku.
“Untuk apa belajar? Lebih baik uang itu digunakan untuk membeli baju atau memperbaiki rumah,” kata mereka. Tetapi Hans tidak peduli, ia tetap belajar dengan rajin. Dia menganggap ilmunya itu pasti akan berguna suatu saat nanti.
Suatu pagi Hans pergi ke hutan untuk berburu, tetapi ia terlalu asyik mengejar seekor rusa sehingga tidak sadar kalau telah jauh masuk hutan. Hans pun tersesat. Ia duduk di bawah sebatangbuah pohon besar karena kecapekan, dan juga merasa haus dan sangat lapar. Padahal kantong bekalnya sudah kosong.
Hans memandang sekeliling mencari sesuatu yang bisa dimakan. Tapi sia-sia. Tak ada pohon buah-buahan di dekat situ. Hanspun memejamkan mata, sebaiknya aku istirahat saja dulu, pikirnya.
Pluk! Sesuatu jatuh dekat kakinya. Hans membuka mata, sebuah apel merah segar tergeletak disana. Oh, ohtang... ternyata ia beristirahat dibawah sebatang pohon apel. Buahnya lebat dan besar-besar.
Hans meraih apel itu dan memakannya dengan suka cita, rasanya enak sekali. Terutama karena memang ia sangat lapar.
“Hei! Apa-apaan kau ini!?” hans terkejut, seorang kakek kecil muncul tiba-tiba. Entah darimana datangnya, wajahnya terlihat garang.
“Enak saja kau memakan apel itu! Tak tahukah kau kalau iu milik kami, para kurcaci?!” Pak Kurcaci marah-marah. ”Oh, maafkanlah saya, Kek. Saya sungguh tidak tahu. Saya kira apel ini tak ada pemiliknya,” kata Hans. Pak Kurcaci mendengus, ia sudah sering mendengar alasan seperti itu. Diletakkannya karung yang dibawanya. Dia tak mempedulikan Hans lagi.
”Maafkanlah saya, Kek. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Hans menyesal sekali, ini kali pertama ia dikasari. Rasanya tidak enak. ”Kakek mau memetik apel-apel itu ya? Bagaimana kalau saya membantu Kakek? Sebagai ganti apel yang kumakan tadi.”
”Sungguh?” wajah Pak Kurcaci berseri. ”Kamu mau memanjat pohon ini untukku?”
”Tentu saja!’ dengan cekatan hans memanjat pohon apel itu dan memetik buahnya. Sementara di bawah pohon Pak Kurcaci mengumpulkan dan memasukkannya ke dalam karung. Hans bekerja dengan penuh semangat, sedikitpun ia tak mengeluh. Ia naik sampai ke ranting yang paling atas, tak peduli bagaimanapun susahnya. Hans baru turun setelah seluruh apel yang ada di pohon itu habis.
Pak Kurcaci sangat puas, berkat bantuan Hans ia dan kurcaci-kurcaci lain tak perlu memetik apel selama seminggu ini. ”Karung-karung ini berat sekali, Kek,” kata Hans. ”Bagaimana kalau saya bantu membawakannya ke rumah kakek?”
”Oh, tak perlu,” jawab Pak Kurcaci. Saya bisa memanggil teman-teman lain untuk membawanya, lagipula kami tak ingin ada manusia yang mengetahui tempat tinggal kami.” Hans mengangguk. ”Kamu tentu lelah sekali. Ambilah beberapa buah apel ini untukmu.” Hanspun mengambil sebuah apel yang paling kecil.
Pak Kurcaci terbelalak. ”Masa cuma satu? Ambilah lagi.” Tapi Hans menggeleng, satu saja sudah cukup baginya. Ia senang karena dapat menolong kakek Kurcaci, terutama karena telah membuat sang kakek marah-marah.
Pak Kurcaci tertawa, ia sangat terkesan dengan kebaikan Hans. ”Kamu seorang pemuda yang baik,” pujinya. ”Terima kasih banyak!”
Keduanya pun berpisah. Dan atas petunjuk Kakek Kurcaci, Hansdapat menemukan jalan pulang. Hari sudah gelap ketika Hans tiba di rumahnya, ia sangat lelah dan lapar.
Hans ingat kalau ia memiliki sebuah apel, dan mengeluarkan apel itu dari kantong bekalnya. Dan ......oh, ia kaget sekali. Apel itu berkilat di bawah sinar lentera, warnanya kuning emas. Apel itu telah berubah menjadi apel emas. Ituah hadiah kakek Kurcaci atas kebaikan Hans.
”Alangkah indahnya,” gumam Hans mengagumi apel itu. “Apel seindah ini hanya pantas dimiliki oleh Baginda Raja.” Lalu Hans memutuskan untuk menghadiahkan apel emas itu kepada raja. Pagi-pagi sekali Hans berangkat ke istana untuk menghadap Raja.
”Oh, indahnya!” seru Raja menerima apel emas itu. “Darimana kau memperolehnya?”
Hanspun menceritakan pengalamannya tu kepada raja. Dan selagi ia bercerita, raja teringat akan ramalan ketika Puteri Nadya lahir dua puluh tahun yang lalu. Suatu hari akan datang seorang pemuda yang mempersembahkan apel emas kepada raja. Pemuda itulah jodoh sang Puteri. Begitu bunyi ramalan itu.
Baginda Raja mengamati Hans. Jadi inilah pemuda itu, pikir Raja. Raja sama sekali tak menyangka kalau pemuda yang diramalkan itu hanyalah pemuda desa biasa. Mulanya raja mengira, seorang pemuda yang samnggup mempersembahkan apel emas tentulah seorang bangsawan atau pangeran.
”Dia sama sekali tidak pantas untuk Tuan Puteri,” kata Perdana Menteri. ”Suatu hari kelak Baginda akan mangkat dan digantikan oleh suami Tuan Puteri. Pengganti Baginda haruslah orang yang cerdas dan berpendidikan.”
”Kita perlu menguji kecerdasannya,” kata Raja. Dan hanspun diminta untuk ikut ujian. Raja dan Perdana Menteri sendiri yang mengujinya, dan keduanya sangat terkejut dengan kecerdasan Hans. Sebelumnya mereka tak penah berjumpa orang secerdas Hans.
Akhirnya Hans menikah dengan Puteri Nadya, dan ketika Raja mangkat Hans menggantikannya menjadi seorang raja. Ia memerintah dengan asil dan bijaksana, sehingga seluruh rakyat sangat mencintainya.

1 komentar: