Rabu, 22 Juli 2009

Monster Idaman Pangeran Fanshaw




Pangeran Fanshaw putera semata wayang pasangan Raja Bruno dan Ratu Matilda, penguasa Kerajaan Mordinia. Kehidupan keluarga mereka sebelumnya harmonis, kalau saja sang Pangeran mau berumah tangga.
Baginda telah mengadakan ratusan kali pesta dansa, konser-konser, dan pesta muda-mudi untuknya. Namun sang Pangeran tidak pernah mengajak seorang gadis untuk diajaknya melantai.
“Membosankan,” keluh sang Pangeran. “Tidak ada yang menarik minatku. Lalu mengapa aku harus menikahi salah satu dari mereka?”
“Tetapi seorang Pangeran harus memiliki istri,” kilah Raja Bruno. ”Ini sudah menjadi tradisi kerajaan.” Maka, seperti kebiasaan kuno, Baginda merencanakan agar anak lelakinya menyelamatkan putri sebanyak-banyaknya, dengan harapan, seorang di antaranya akan singgah di hatinya. Pertama kali, Pangeran Fanshaw menelamatkan Putri Maribel Mont Percy dari cengkeraman seekor kodok raksasa. “Membosankan!” desis Pangeran Fanshaw mengomentari sang Putri. Lalu dia membebaskan lady Eleanor De Sax dari seekor naga. “Betapa angkuhnya!” dia memekik setelah tahu sifat asli sang Lady.
Akhirnya, setelah selesai menyelamatkan Lady Gilian Hope-Jones dari satu makhluk laut yang amat busuk baunya, Pangeran Fanshaw berniat pergi mengembara. Dia sudah muak menjadi seorang jagoan. Justru sebaliknya, ia ingin semua orang tak peduli terhadapnya. Kemana saja ia pergi, para penduduk setempat akan mengelu-elukannya. Mereka akan berseru, “Lihat, itu Pangeran Fanshaw si pemberani!” atau “Panjang umur si pembantai monster dari Mordinia!”
Pangeran Fanshaw menuruni jalan setapak kesukaannya menuruni tebing ke laut. Hari itu indah sekali. Permukaan laut berkilauan bagaikan lembaran kertas perak, dan langit biru cerah. Tiba-tiba, tanpa suatu sebab yang jelas, cuaca berubah. Lautan bergelora dan berbuih-buih seperti air rebusan sayur. Langit menjadi hitam kelam.
Hujanpun kemudian turun amat deras. Pangeran Fanshaw melihat ke sekeliling, tampak sebuah gua pada batu karang. Aneh, selama ini ia tidak pernah memperhatikan tempat itu. Berlarilah sang Pangeran menuju ke mulut gua. Di pintu masuk terdapat sebuah tanda peringatan yang berbunyi:
“Harap ketuk, para pedagang dilarang masuk. Bersihkan dulu kaki.” Maka Pangeran Fanshaw mengetuk sisi dinding gua. ”Siapa itu?” sapa sebuah suara lembut. Nadanya sedih.
”Aku Pangeran Fanshaw, di luar hujan deras. Boleh aku masuk?” tanya Sang Pangeran. ”Oh! Jadi anda si pembantai monster?” suara itu balik bertanya. ”Benar,” jawab sang Pangeran rikuh.
”Kalau begitu anda tak boleh masuk, sebab aku adalah monster!”
”Apakah kau pemaksa gadis-gadis cantik?” makhluk di dalam tergagap. ”Ti-ti-dak! Ia memekik takut. ”Per-lu kujelaskan, du-lu aku se-orang gadis can-tik!”
”Aku tak akan melukaimu, tapi aku sama sekali tak paham. Apa sih maksudnya, dulu kau seorang gadis cantik?”
Suara mahkluk di dalam kembali menjadi lembut. “Sebaiknya Anda masuk, dan dengarkan cerita saya.” Maka sang Pangeran berjalan memasuki gua. Suara kecil yang sama bicara lagi dari kegelapan.
”dulu aku seorang Putri. Namaku Puteri Floella, aku tinggal di sebuah kastil putih yang indah, dihiasi air mancur dan burung-burung merak. Tetapi aku memiliki sifat-sifat buruk, manja, dan sombong. Makanan yang kusukai cuma coklat kental, dan aku hanya mau mengenakan gaun dari sutera dan bermanik mutiara. Aku kasar , terhadap semua orang, terutama kepada ibuku dan ayahku. Aku bahkan suka melempari pangeran yang datang melamarku dengan makanan. Lalu aku membuat sebuah kesalahan besar. Pada ulang tahunku yang keenam belas, aku bermaksud melempar pie kismis hitam ke Pangeran Dirtimand, yang menaruh hati padaku, tetapi salah sasaran, mengenai tukang sihir istana. Dia naik pitam, lalu mengubahkumenjadi satu sosok monster. Aku pun dikucilkan. Kini aku merasa menyesal atas semua perbuatan yang telah aku lakukan,” si monster sesenggukan. ”Aku sekarang tidak lagi manja.”
Pangeran Fanshaw mendengarkan cerita itu dengan hening. ”Apakah tidak ada cara menyembuhkanmu?” tanyanya.
”Aku akan berubah kembali ke ujud semula jika ada seorang pangeran menaruh hati padaku, dan bersedia menikahiku,” jawab si monster. ”Tapi mana ada pangeran menikahi seekor kadal?” Sambil berkata begitu makhluk itu melangkah keluar dari kegelapan. Dia benar-benar seekor kadal, bersisik coklat-kehijauan, licin, mengenakan gaun pesta sutera putih yang sudah rombeng, dan menyandang mahkota emas kecil. Pangeran fanshaw tersenyum-senyum melihatnya.
”Floella, kau adalh seekor kadal yang istimewa,” cetusnya. Puteri Floella membalas senyumnya, memperlihatkan deretan giginya yang berujung runcing. Begitu istimewa hingga aku ingin menikahimu,” lanjut sang Pangeran. Maka dia lalu menggandengnya dan mengajaknya pulang ke istana.
Pangeran Fanshaw memperkenalkan calon istrinya kepada ayahnya. Katanya, ”ayah, ini Puteri Floella. Aku ingin memperistrinya.”
Jawaban Raja Bruno sudah bisa diduga, ”Anakku sayang, tak mungkin kau menikah dengan seekor kadal!” Mendengar jawaban ini, si Kadal pingsan. Terjadi kegaduhan di istana. Para pengacara Kerajaan dipanggil. Namun, mereka tidak menemukan pasal-pasal yang melanggar hukum, bilamana seorang Pangeran menikahi seekor kadal.
Tak seorangpun percaya Floella jelmaan seorang Puteri. Para dayang menjauhi monster itu.
Floella mencintai Pangeran fanshaw dengan segenap hatinya. Dia merasa amat sedih, mengingat orang yang dicintainya. Mengapa dia memiliki tampang monster menakutkan macam ini? Waktu masih menjadi seorang Puteri, Floella tidak pernah mempunyai rasa semacam ini, merasa kasihan terhadap seseorang. Bagaimana jika kelak ia tidak bisa berubah kembali menjadi seorang Puteri, setelah pesta pernikahan? Bisa dibayangkan, betapa tersiksanya sang Pangeran, seandainya ia menikahi seekor kadal seumur hidupnya!
Hati Floella gundah, bukan memikirkan dirinya, tetapi justru nasib Pangeran Fanshaw. Maka pada malam menjelang pernikahan, ia mengemas sebuah koper kecil, dan berniat meninggalkan kastil. Pada saat ia melintasi air mancur kastil dia menitikkan dua air mata. Dua butir berlian nampak meluncur menuruni kulitnya yang licin dan bersisik. Tiba-tiba ia merasa tubuhnya bergetar dan... pletak! Terdengar suara retakan seperti gelas pecah. Kemudian ia mendengar suara Pangeran Fanshaw.
”Floella, hendak kemana kau?” pekiknya.
”Aku tak bisa menikah denganmu,” dia mendesah. ”Karena besarnya rasa cintaku, aku tak tega kau memiliki isteri seekor kadal,” Floella menunduk. Pandangannya tertuju ke tanah. Apa yang dilihatnya? Nampak sebuah kulit kadal teronggok di depan kakinya. Itulah kulit tubuhnya!
Fanshaw, yang melihat sendiri perubahan ini, mencetus, ”Floella pandangilah dirimu di atas permukaan air kolam. Oh betapa cantik wajahmu.
Puteri Floella berkaca. Pada permukaan air nampak sesosok tubuh yang selama ini tersembunyi di balik kulit kadalnya. Dipandangi wajahnya dan sekujur tubuhnya. Nampak sesosok gadis cantik jelita dengan rambutnya yang ikal.
Pesta pernikahan Pangeran Fanshaw dan Puteri Floella berlangsung amat meriah. Kastil dan katedral dihias dengan karangan bunga mawar dan kerang-kerang laut yang indah. Floella dan Fanshaw merasakan arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Mereka memerintah kerajaan dengan adil dan bijaksana. Kelahiran dua anak mereka, laki-laki dan perempuan, menambah kebahagiaan mereka!

1 komentar: